Opini: Penyelesaian dan Penyesalan Masa Lalu

Jokowi
. (foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)

ACEH – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Indonesia bertempat di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh pada Selasa, 27 Juni 2023.

Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan untuk menempuh penyelesaian non-yudisial atas permasalahan pelanggaran HAM di Tanah Air.

Lalu apa itu penyelesaian non-yudisial? Penyelesaian non-yudisial adalah penyelesaian kasus pelanggaran HAM tanpa melalui jalur hukum. Metode ini menekankan pemulihan korban melalui berbagai bantuan materiil.

Baca juga:   TKN Sebut Pertemuan Lanjutan Jokowi dan Prabowo Akan Bahas Soal Rekonsiliasi

Tanpa penyelesaian jalur hukum apakah pemerintah meminta maaf? Sayangnya tidak, hal itu disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan bahwa pemerintah tidak akan meminta maaf atas kejadian-kejadian pelanggaran HAM di masa lalu tersebut.

Padahal kita tahu bahwa permintaan maaf merupakan bentuk reparasi yang harus diberikan negara kepada korban pelanggaran HAM berat atas yang mereka alami dan yang mereka derita.

Permintaan maaf juga merupakan salah satu keputusan politik negara untuk menarik batas demarkasi masa lalu dan masa kini. Permintaan maaf berarti negara mengakui adanya kesalahan dan pelanggaran HAM berat di masa lalu sehingga diharapkan kejadian serupa tidak berpotensi terulang kembali di masa yang akan datang.

Baca juga:   Hidayat Nur Wahid: Mestinya Dilakukan Referendum Terkait Pemindahan Ibu Kota Negara

Tidak ada kata terlambat untuk meminta maaf, namun apapun itu kita juga patut berterimakasi atas apa yang telah dilakukan oleh pemerintah di penghujung waktu habis masa jabatan dan di dekat masa waktu pemilihan.

Khairul Fahmi
Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (USK)

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini