Penghapusan Presidential Threshold oleh MK Dinilai sebagai Bentuk Kemajuan Hukum

gedung-MK
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (foto: liputan6/Helmi Fithriansyah)

harianpijar.com, JAKARTA – Penghapusan ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bentuk kemajuan hukum yang dialami Indonesia pada era pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto.

Menurut Direktur Eksekutif Nalar Bangsa Institute Farhan A Dalimunthe, penghapusan Presidential Threshold memungkinkan semua partai menggunakan hak untuk mengusung calon presiden.

“Dengan ada keputusan Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas calon presiden dari 20 persen menjadi nol persen, kita nilai ini adalah langkah progresif lembaga hukum negara di era kepemimpinan Pak Prabowo dan Mas Gibran,” ujar Farhan A Dalimunthe dalam siaran persnya, Jumat, 3 Januari 2025.

Baca juga:   Kritik Jadwal Sidang di MK, Fadli Zon: Waktunya Sangat Pendek

Meskipun penghapusan Presidential Threshold itu membuka jalan bagi banyak partai, DPR sebagai lembaga legislasi masih harus melakukan revisi terhadap undang-undang tersebut.

Karena, menurut Farhan A Dalimunthe, revisi itu dilakukan agar pemilu memiliki regulasi yang jelas dan dasar undang-undang diakui oleh legislatif, eksekutif dan yudikatif.

“Penghapusan Presidential Threshold 20 persen ini merupakan open legal policy, sehingga perlu ditindaklanjuti dalam revisi Undang-Undang Pemilu di DPR,” tuturnya.

Baca juga:   Bambang Widjojanto Sebut KPU seperti Firaun, Hasyim: Istighfar dan Segera Tobat Mas

Selain itu, dikatakan Farhan A Dalimunthe, penghapusan Presidential Threshold juga akan membuat beban partai semakin berat dalam menyeleksi setiap kadernya yang maju sebagai calon presiden.

Dengan begitu, partai semaksimal mungkin akan menghadirkan kader terbaiknya dan masyarakat pun mendapatkan banyak pilihan calon presiden yang berkualitas.

“Biarkan rakyat yang menilai. Dihapusnya Presidential Threshold jadi menghindari polarisasi di tengah masyarakat. Namun tetap diusung partai politik, kita tidak harus menegasikan Pasal 6A UUD 1945 tentang peran partai politik,” kata Farhan A Dalimunthe. (ant/raihan)

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini