BANDUNG – Salah satu tim PKM-RSH (Program Kreativitas Mahasiswa-Bidang Riset Sosial Humaniora) Universitas Padjadjaran tahun 2024 melakukan riset mengenai Julid Fi Sabilillah dalam Instagram, yang diberi judul “Fenomena Julid Fi Sabilillah dalam Instagram sebagai Bentuk Penolakan Genosida Israel terhadap Palestina: Analisis Wacana Kritis”.
Tim peneliti terdiri dari Syahda (Sastra Arab) sebagai ketua tim, Nadia (Sastra Arab), Windy Yanti (Sastra Indonesia), dan Ridha (Sastra Indonesia) sebagai anggota tim.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Mei 2024. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fenomena Julid Fi Sabilillah dalam Instagram melalui kerangka analisis wacana kritis dan mengetahui peran serta pengaruh fenomena tersebut terhadap genosida Israel pada Palestina.
Riset ini menarik karena akan menganalisis bagaimana masyarakat Indonesia mengekspresikan opini dan sentimen mereka terhadap konflik Israel-Palestina di media sosial.
Fenomena Julid Fi Sabilillah sendiri mencerminkan cara unik netizen Indonesia dalam menyampaikan kritik, dukungan, atau pandangan mereka dalam konteks yang sering kali sarat dengan muatan emosional dan politik.
Syahda selaku ketua tim mengungkapkan bahwa data dalam penelitian ini adalah postingan dari akun @greschinov dan komentar-komentar dalam beberapa akun Israel yang merepresentasikan Julid Fi Sabilillah.
Untuk mengamati fenomena tersebut, analisis wacana kritis (AWK) sebagai salah satu kajian dalam linguistik dianggap relevan untuk dijadikan pisau analisis karena AWK tidak hanya akan menganalisis sebuah wacana dari segi tekstual saja, tetapi juga akan menganalisis dimensi sosiokulturalnya.
Julid Fi Sabilillah adalah fenomena sosial baru yang muncul sebagai respons terhadap genosida Israel sejak bulan Oktober 2023. Julid Fi Sabilillah adalah gerakan akar rumput masyarakat Indonesia untuk mendukung kemerdekaan rakyat Palestina (Greschinov, 2024).
Gerakan Julid Fi Sabilillah pertama kali muncul dari akun X milik Erlangga Greschinov, di mana dirinya memposting screenshot postingan-postingan tentara Israel yang berfoto ria di tengah reruntuhan Gaza.
Postingan Greschinov itu sontak mendapatkan perhatian pengikutnya di X dan membuat mereka ramai-ramai bersilaturahmi untuk berkomentar nyinyir terhadap akun tentara Israel tersebut. Salah satu akun tentara Israel yang terkena oleh serangan Julid Fi Sabilillah adalah akun Instagram milik @shmuel.assuline.
Semakin hari gelombang gerakan ini semakin besar, dan secara natural warganet menamakan pergerakan ini dengan “Julid Fi Sabilillah”. Jadi, istilah Julid Fi Sabilillah ini tidak muncul sejak awal adanya gerakan, akan tetapi setelah gelombang gerakan semakin besar.
Target utama dari gerakan ini adalah tentara, politisi, dan influencer Israel yang membuat narasi anti-Palestina. Julid Fi Sabilillah ingin menghapus narasi tersebut dan menaikkan narasi pro-Palestina di media sosial.
Digital Civility Index (DCI), sebuah pengukuran yang dibuat oleh Microsoft untuk menilai tingkat kesopanan dan rasa hormat dalam interaksi digital, pada tahun 2021 merilis laporan hasil survey yang dilakukan sepanjang tahun 2020.
Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kesopanan netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara dengan skor 76. Namun, dari survei tersebut dapat diasumsikan bahwa ketika netizen Indonesia berkomentar julid kepada akun-akun Israel sentimen negatifnya akan lebih kuat.
Penelitian ini menggunakan Analisis Wacana Kritis (AWK) Norman Fairclough. Fairclough menyatakan bahwa wacana bukan hanya sekadar teks, tetapi juga praktek sosial yang mencerminkan dan membentuk realitas sosial.
Dengan menggunakan AWK, penelitian ini akan menganalisis bagaimana Julid Fi Sabilillah tidak hanya merupakan bentuk komunikasi, tetapi juga bagaimana fenomena ini berkontribusi pada pembentukan opini publik dan dinamika sosial-politik terkait konflik Israel-Palestina.
Windy Yanti
Mahasiswa Universitas Padjadjaran