Kenangan yang Tak Bisa Diulang Bersama Papa

Politeknik-Negeri-Jakarta
. (foto: dok. pribadi)

JAKARTA – Seorang laki-laki yang menjadi tempat berlindung untuk putri kecilnya, laki-laki yang mampu menutupi segala luka yang ia miliki. Papa adalah sebutan yang tepat untuknya. Papa mampu menjadi sosok ayah yang hebat untuk anak-anaknya dan suami yang baik untuk istrinya.

Papa menjadi sosok ayah yang cukup baik semasa hidupnya, banyak momen yang tercipta bersama anak-anaknya. Papa akan hadir disaat aku membutuhkannya. Sejak TK sampai lulus SMK papa selalu siap untuk mengantarkan aku sekolah.

Mulai dari keadaan pagi yang cerah hingga keadaan pagi yang sedang hujan papa selalu siap bahkan sedang sakit sekalipun, papa akan tetap ingin mengantarkan aku ke sekolah.

Sejak aku kecil, papa dan aku suka menghabiskan waktu bersama dengan makan makanan kesukaan kami berdua. Namun, tak jarang bertengkar seperti tom and jerry. Hal seperti itu sering sekali terjadi hanya karena hal sepele.

Papa termasuk orang yang senang membereskan rumah, termasuk mencuci pakaian. Tetapi pakaian yang ia cuci terkadang tidak pernah harum karena sedikit memberi pewangi pakaian dan aku akan protes untuk bergantian mencuci pakaian, lalu papa akan pergi dalam keadaan bete.

Seperti ayah pada umumnya, papa mungkin terlihat cuek terhadap anak-anaknya. Namun, ia selalu bertanya kepada mama tentang anak-anaknya. Ia bukan sosok yang seru untuk diajak bercerita, tetapi papa akan selalu mendengarkan setiap cerita anaknya ketika sedang cerita kepada mama.

Papa mampu menjadi garda terdepan ketika aku menghadapi masalah, papa akan sadar ketika aku sedang memikirkan banyak hal. Papa akan menawarkan berbagai pertanyaan.

“Kaka lagi kenapa? Kaka mau papa beliin coklat atau mau apa,” ucap papa kepadaku.

Walau begitu, dimataku papa adalah orang yang cukup galak dan keras kepala, tetapi ia tetap menjadi sosok ayah yang sangat peduli terhadap anaknya. Ia adalah orang yang sangat pemikir.

Disaat papa sedang diam itu saat di mana papa sedang berkelahi dengan isi pikirannya yang baginya sulit untuk disampaikan kepada siapa pun.

Tetapi, sejak aku kecil papa selalu punya cara untuk menunjukkan rasa sayangnya. Dibalik kata galaknya ia tak malu untuk menunjukkan rasa kasih sayangnya dengan memeluk dan mencium aku sebagai tanda sayang dan pedulinya.

Hingga di suatu waktu aku diam-diam menyelinap mambawa anak kucing ke dalam rumah tanpa sepengetahuan papa. Setiap ada papa, aku akan selalu berusaha menutupi kehadiran kucing tersebut. Namun, tetap saja ketahuan oleh papa dan papa tidak bisa memarahiku. Sebab papa tau, aku sangat menyukai kucing, walaupun papa tidak suka dengan kucing.

Kucing yang dipelihara olehku bernama Nala, papa selalu berusaha menghindar dari nala. Walau begitu, nala selalu berusaha ingin mendekati papa, hingga papa pelan-pelan mulai luluh dan sesekali berinteraksi dengan nala.

Aku hanya bisa tersenyum melihat interaksi tersebut, sebab momen yang tercipta adalah selalu unik, salah satunya nala selalu menunggu bungkus obat papa untuk dimainkan oleh nala.

Layaknya orang tua laki-laki, papa selalu punya cara yang unik untuk menunjukkan cara cemburunya, ketika aku mulai mempunyai pacar. Papa akan selalu bertanya, jika aku telah rapi dan siap untuk pergi.

“Kaka mau kemana? Kok udah rapi. Di rumah aja, papa mau bikin nasi goreng,” ucap papa yang berusaha menahan aku agar tidak jadi pergi.

Papa selalu senang melihat interaksi anak-anaknya, bagi papa momen seperti itu tidak akan pernah terulang lagi. Papa sangat senang mengabadikan momen anak-anaknya, ia senang sekali mengenang setiap momen yang telah dilakukan.

Bahkan papa sering sekali ketika kumpul keluarga, menceritakan kembali kenangan tersebut dan aku akan meladeni cerita papa dengan guyonan yang aku lontarkan. Papa hanya bisa tertawa, namun tak lama dari itu papa akan membalas ledekanku.

Papa menjadi sosok laki-laki pertama yang setia menemani aku yang sedang sakit, ia akan menjadi sangat cerewet dan melarang berbagai hal agar tidak terulang lagi. Namun, cerewetnya papa tersebut menurun kepadaku. Sampai papa terkadang kewalahan mendengar ocehanku dan segala tingkah konyol yang aku lakukan.

Setiap pagi papa selalu membawakan anak-anaknya roti atau pun donat dan membangunkan semua anaknya untuk segera memakannya bersama. Karena papa senang sekali melihat kebersamaan keluarganya. Sebab sejak papa kecil, orang tuanya sudah berpisah dan papa diurus oleh keluarganya yang lain tanpa merasakan kasih sayang orang tuanya lagi.

Sampai di akhir hidupnya papa, ia selalu berusaha tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan di rumah walaupun harus menahan rasa sakit yang ia rasa. Papa tak pernah ingin menunjukkan rasa sakitnya, papa berusaha untuk terlihat selalu kuat dan mampu menghadapi penyakit tersebut.

Hingga akhirnya papa menyerah dengan penyakit yang ia derita, yang di mana papa hanya akan pergi berobat saja ke rumah sakit. Namun, menjadi tempat terakhir papa menghembuskan nafas terakhir.

“Papa, papa yang hebat. Papa, papa yang kuat,” ucapku membisik di telinga papa yang sudah tak mampu merespons dengan pandangan yang telah menatap kosong atap rumah sakit.

Kini semua hal itu hanya bisa dikenang dan mengingat kembali semua kenangan indah bersama papa. Papa sekarang sudah tidak merasakan sakitnya lagi, papa sudah bisa melakukan banyak hal tanpa terhambat oleh penyakitnya.

Merindukan papa adalah hal yang menyiksa, namun tak bisa untuk dilepaskan. Selamat tinggal papa, sampai bertemu di surganya Allah nanti.

Rahmadina Sundari
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini