BOGOR – Saat ini, tahun 2024, hampir sebagian besar dari generasi Z sudah memasuki usia 20 tahun yang berarti mereka sudah berada pada usia yang produktif. Beberapa dari generasi ini sudah banyak yang mengisi dunia industri sebagai pekerja, tetapi tidak sedikit juga yang berwirausaha.
Tetapi sebelumnya perlu kita ketahui terlebih dahulu, siapa generasi Z ini? Dikutip dari Pusat Badan Statistik bahwa generasi Z merupakan generasi yang lahir pada tahun 1997—2012. Saat ini mereka mengisi 27,94% dari keseluruhan penduduk Indonesia.
Dan di era yang serba cepat dan instan ini, mendorong sebagian generasi Z untuk memiliki dan mendapatkan sesuatu dengan cepat. Tentunya ada hal positif dan negatifnya untuk diri mereka.
Mereka merasa bahwa pada usia 20 adalah waktu yang tepat untuk mereka menjadi seseorang, menunjukkan bahwa dirinya merupakan individu “above the crowd”. Dan jika hal tersebut tidak terjadi, generasi ini akan merasa bersalah terhadap dirinya.
Mereka menganggap bahwa dirinya seperti bukan “siapa-siapa” dan hanya menjadi sebuah angka di dalam jutaan manusia lainnya.
Penyebab dari rasa bersalah dan gelisah tidak menjadi “siapa-siapa” di umur 20 diakibatkan oleh 2 faktor. Faktor pertama bahwa generasi Z hidup bersama sosial media, mereka dapat melihat berbagai kehidupan orang lain dari sosial media tersebut.
Hal ini menjadi kecemburuan sosial yang cukup besar pada kalangan generasi Z sehingga menjadikan kehidupan adalah sebuah perlombaan dengan orang lain.
Faktor kedua adalah ambisi yang besar untuk menjadi sukses. Generasi Z cukup optimis bahwa diri mereka dapat menjadi manusia yang sukses dan berarti. Mereka tidak ingin menjadi orang yang biasa-biasa saja. Dorongan ini yang membuat diri mereka bersalah dan gelisah jika tidak mencapai hal tersebut.
Tetapi jika kita berkaca terhadap generasi sebelumnya dan beberapa nasihat dari orang-orang besar, apakah usia 20 merupakan waktu yang wajib untuk kita menjadi “siapa-siapa”?
Mengutip perkataan Jack Ma, pendiri Ali Baba Group, yang merupakan baby boomer (kelahiran 1946 – 1964), dia berkata bahwa usia 20 sampai 30 merupakan waktu untuk kita memperbanyak belajar, menambah relasi, dan mencari pengalaman.
Jack Ma tidak menyebutkan sama sekali pada usia tersebut untuk menjadi seseorang atau mencapai kesuksesan. Pada intinya dia hanya menyebutkan bahwa kita harus banyak belajar pada usia 20 sampai 30 tahun karena dirinya sendiri baru mendirikan Ali Baba Group pada usianya yang ke-35.
Tidak hanya Jack Ma, tetapi beberapa orang-orang besar lainnya seperti Ray Kroc (pendiri McDonald’s), J.K Rowling (penulis Harry Potter), Warren Buffet (investor), Jeff Bezos (pendiri Amazon), Stan Lee (pendiri Marvel Comics), Bob Sadino (pendiri Kem Chick), mereka juga merupakan individu yang dapat dikatakan sebagai “seseorang” dan sukses bukan pada usianya yang ke-20.
Setelah mengetahui kenyataan ini, apa yang perlu kita lakukan untuk mengurangi rasa bersalah dan gelisah jika kita tetaplah bukan “siapa-siapa” di usia 20 ini? Perlu kita ketahui bahwa privilege atau keberuntungan seseorang berbeda-beda dan hal tersebut sudah ditentukan saat kita lahir di dunia ini, kita tidak dapat memilih di keluarga mana kita berada.
Hal ini lah yang membuat timeline hidup seseorang juga berbeda. Ada seseorang yang memulai perjuangannya dari 0, ada yang memulainya dari 110, dan ada pula yang memulainya dari 100 sehingga akan berbeda juga waktu kesuksesan untuk mereka.
Untuk lebih mengurangi rasa bersalah dan gelisah ini lagi, harus kita ketahui bahwa menjadi “siapa-siapa” dan sukses pada usia 20 bukan hanya dari kerja keras kita pribadi, melainkan juga faktor-faktor keberuntungan di belakangnya.
Faktor ini saya kutip dari buku The Unfair Advantage karya Ash Ali dan Hasan Kuba yang dirangkum menjadi 5 faktor utama.
1. Uang yang orang tua kita punya
Tidak bisa disangkal bahwa dengan adanya uang dari orang tua kita, kita bisa lebih mudah untuk mendapatkan akses terhadap sesuatu yang kita butuhkan.
2. Kepintaran dan informasi
Sebelum kita melakukan aksi untuk meraih sesuatu, tentu kita membutuhkan informasi dan kepintaran. Kedua hal ini pasti berbeda pada setiap individu.
3. Lokasi geografis
Kita tidak bisa memilih di mana kita dilahirkan. Tetapi dilahirkan di daerah perkotaan dengan dilahirkan di daerah pedesaan pasti terdapat privilege atau keberuntungan yang berbeda juga.
4. Edukasi
Pendidikan dapat mengubah pola pikir kita, tetapi perlu diingat bahwa setiap individu memiliki kadar edukasi yang berbeda dan ada juga yang tidak teredukasi.
5. Status
Status kita sebagai individu yang lahir di keluarga mapan atau sukses pasti berbeda dengan status kita yang lahir di keluarga miskin. Dengan status yang berkualitas ini dapat menjadi kelebihan kita untuk membuka akses terhadap sesuatu yang kita butuhkan.
Dari 5 faktor yang sudah saya jelaskan tadi, kita semakin yakin bahwa menjadi “siapa-siapa” atau orang yang sukses di usia ke-20 bukanlah perlombaan. Tidak harus hal tersebut kita kejar dengan keras dan merasa bersalah jika tidak mencapainya.
Saya yang juga sebagai salah satu individu pada generasi Z ini juga sesekali merasakan hal yang sama. Tetapi saya yakin bahwa setiap individu memiliki waktunya masing-masing, tidak perlu merasa terburu-buru sampai akhirnya mencelakakan mental dan fisik kita.
Tetap lakukan yang terbaik dan pastikan bahwa diri kita di hari ini adalah versi yang lebih baik dari hari kemarin. Selalu ingat bahwa tidak menjadi “siapa-siapa” di usia 20 bukanlah masalah besar. Terus belajar dan nikmati prosesnya.
Muhammad Ghaza Abyan
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB University