harianpijar.com, JAKARTA – Politikus Partai Gerindra yang juga Menparekraf, Sandiaga Uno, mengaku tak ingin memperpanjang soal utang-piutang dengan Anies Baswedan saat Pilkada 2017 yang diungkap Erwin Aksa mencapai Rp 50 miliar. Sandiaga Uno mengatakan ingin fokus menatap masa depan.
“Ya, setelah saya salat istikharah, setelah saya menimbang, berkonsultasi dengan keluarga, saya tidak ingin melanjutkan pembicaraan mengenai ini,” kata Sandiaga Uno seusai menghadiri Harlah 1 Abad NU di Gelora Delta Sidoarjo, Jalan Pahlawan, Wismasarinadi, Magersari, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dalam keterangan tertulis, Selasa, 7 Februari 2023.
“Lebih baik nanti para pihak yang mengetahui untuk bisa menyampaikan, tapi dari saya cukup sekian dan saya ingin fokus menatap masa depan,” imbuhnya.
Sandiaga Uno tak ingin persoalan utang-piutang menjadi polemik jelang Pilpres 2024. Mengingat tahapan kontestasi Pilpres 2024 telah dimulai saat ini.
“Kontestasi demokrasi tinggal sebentar lagi, mari kita tatap masa depan dengan penuh rasa sukacita, gembira, dan persatuan dan kesatuan bangsa kita,” ujar Sandiaga Uno.
Diketahui, soal utang-piutang antara Sandiaga Uno dan Anies Baswedan ini sebelumnya diungkap Erwin Aksa di YouTube Akbar Faizal. Erwin Aksa telah mengizinkan pernyataannya dalam video untuk dikutip.
Erwin Aksa, yang saat itu menjadi pendukung Anies-Sandi di Pilgub DKI Jakarta 2017, menceritakan uang tersebut dibutuhkan agar roda logistik lancar dalam memenangi kursi DKI-1. Dirinya mengungkapkan bahwa surat perjanjian utang-piutang ini disusun Rikrik Rizkiyana, pengacara Sandiaga Uno saat itu.
“Itu memang waktu putaran pertama, ya. Logistik juga susah. Jadi, ya, yang punya logistik kan Sandi. Sandi kan banyak saham, likuiditas bagus, dan sebagainya. Ya ada perjanjian satu lagi, yang saya kira itu yang ada di Pak Rikrik itu,” ujar Erwin Aksa seperti dilansir dari detik.
“Intinya, kalau tidak salah itu perjanjian utang-piutang barangkali ya. Ya pasti yang punya duit memberikan utang kepada yang tidak punya duit. Kira-kira begitu. Karena yang punya likuiditas itu Pak Sandi kemudian memberikan pinjaman kepada Pak Anies,” tambahnya.
Menurut Erwin Aksa, situasi logistik saat putaran pertama Pilkada DKI Jakarta 2017 masih cenderung sulit. Dirinya menyebut nominal utang itu mencapai Rp 50 miliar.
“Karena waktu itu putaran pertama kan ya namanya juga lagi tertatih-tatih kan waktu itu. Jadi kira-kira begitu. Yang itu saya lihat. Dan itu ada di Pak Rikrik. Nilainya berapa, ya, Rp 50 miliar barangkali. (Apakah sudah lunas?) Saya kira belum barangkali, ya,” ungkapnya. (msy/det)