JAWA TENGAH – Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Namun untuk strategi pengurangan resiko bencana, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang rawan bencana.
Dilansir dari Liputan6, kebakaran yang terjadi di lereng Gunung Slamet, Jawa Tengah, menjadikan warga gelisah dan selalu waspada terhadap kondisi tersebut.
Jalur pendakian yang biasanya dibuka untuk dijadikan sebagai tempat wisata kini masih belum dibuka untuk umum karena berdasarkan data menunjukan bahwa kegempaan dan jarak kemiringan (electronic distance meter/EDM) Gunung Slamet masih menunjukan fluktuatif.
Kondisi Gunung Slamet yang masih relatif lemah akibat adanya intensitas embusan asap yang dikeluarkan melalui kawah yang berada dipuncak. Pantauan dari Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Slamet yang berjarak sekitar 8,5 kilometer sebelah Utara dari puncak Gunung Slamet tinggi embusan asap yang dikeluarkan dapat mencapai sekitar 25 – 100 meter.
Pengamatan yang dilakukan oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terhadap perkembangan aktivitas Gunung Slamet tahun 2019 tercatat 51.511 kali embusan asap, 5 kali gempa tektonik lokal, 17 kali gempa tektonik jauh.
Selain gempa juga terdapat getaran Tremor dengan mencapai kapasitas amplitudo maksimum 0,5 – 2 milimeter dan masih terdeteksi meningkat secara graditual sementara dalam penggunaan suhu mata di air panas terdapat tiga lokasi yang menunjukkan nilai 44,8 – 50,8 derajat Celcius dimana menunjukkan adanya kenaikan dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh kondisi letak geografis maupun aktivitas geologi di Indonesia sehingga banyak terjadinya bencana seperti tanah longsor, banjir, kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami dan berbagai wabah lainnya. Untuk itu, perlu adanya upaya dalam rangka mengembangkan kualitas dan potensi diri agar dapat mengimplementasikan dalam proses pembelajaran dengan baik.
Keberlangsungan pembelajaran tentunya tidak terlepas dari interaksi manusia dan lingkungan. Banyak hal yang bisa dipelajari di lingkungan sekitar yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran geografi seperti Pos Pengamatan Gunung Slamet.
Lingkungan pembelajaran yakni berupa lingkungan sosial masyarakat, lingkungan personal atau individu sebagai pribadi yang dapat berpengaruh terhadap orang lain dan lingkungan alam disekitar yang meliputi sumber daya alam yang dapat diperdayakan serta lingkungan kultural yang mencakup hasil budaya serta teknologi sebagai sumber belajar (Hamalik, 2003:194-195).
Pos Pengamatan Gunung Slamet merupakan tempat melakukan kegiatan pengamatan dan mendeteksi gejala vulkanisme Gunung Slamet seperti intrusi dan ekstrusi magma dan memetakan kawasan yang rawan bencana letusan Gunung Slamet.
Keberadaan Pos Pengamatan Gunung Slamet dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar geografi bagi para siswa khususnya pada materi mitigasi bencana dengan memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat mengimplementasikannya secara positif.
Kegiatan pembelajaran mitigasi menggunakan alur pembelajaran yang meliputi persiapan prabencana, melakukan penilaian bahaya bencana, tindakan penanggulangan bencana, tindakan evakuasi penyelamatan, kegiatan rehabilitasi untuk masyarakat serta keterampilan tindakan tanggap darurat bencana yang efektif dan efisien untuk ditransformasikan maupun disimulasikan terhadap peserta didik.
Kegiatan latihan menghadapi bencana merupakan salah satu kegiatan yang dapat memberikan manfaat untuk menguji seberapa jauh pelaksanaan pembelajaran lingkungan tersebut dengan memberikan pengalaman dan pemahaman dalam menghadapi bencana. Selain itu, simulasi juga dapat menjadi tolak ukur dalam menguji siap siaga para siswa dan guru dalam merespons bencana.
*) Dina Nur Afiyah, Mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES)