SEMARANG – Merebaknya virus Covid-19 mengakibatkan pendidikan di Indonesia mengubah sistem pembelajaran yang semula pembelajaran tatap muka beralih ke pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Perubahan tersebut mengakibatkan siswa harus bisa beradaptasi untuk pembelajaran secara daring. Namun, pembelajaran daring memiliki berbagai dampak, salah satunya adalah menurunnya keterampilan literasi siswa.
Dilansir dari laman perpustakaan.kemendagri.go.id (23/03/21), berdasarkan survei yang dilakukan Program for Internasional Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara yang berkaitan dengan tingkat literasi.
Artinya, Indonesia berada pada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi jauh dari kata ideal. Sejak 2015, Kemendikbud telah melucurkan Gerakan Literasi Sekolah dengan kegiatan pembiasaan membaca 15 menit buku non buku pelajaran sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Namun, karena pembelajaran daring, maka tidak ada lagi kegiatan terkait literasi tersebut.
Pembelajaran daring yang identik dengan penggunaan teknologi, membuat siswa mulai ketergantungan terhadap gawai. Hal ini menyebabkan siswa mulai malas mengikuti kegiatan belajar dan membaca karena sering dimanjakan dengan banyaknya konten yang tersedia di Internet, terutama pada siswa sekolah dasar.
Selain itu, penyebab lainnya yaitu kurangnya kontrol orang tua atas penggunaan gawai selama pembelajaran daring, membuat banyak siswa tidak fokus dalam belajarnya dan malah membuka konten yang mengalihkan perhatian seperti game atau hal lainnya.
Akibatnya minat baca siswa sekolah dasar mengalami penurunan. Apabila dibiarkan akan memberikan dampak buruk. Dilansir dari laman Merdeka (01/10/21), Paulus K Limu selaku Bupati Sumba Tengah mengatakan bahwa 30 persen siswa sekolah dasar kelas rendah di Kabupaten Sumba Tengah belum bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Rendahnya minat baca akan berdampak negatif bagi siswa itu sendiri dan orang lain. Ada banyak penyebab rendahnya minat baca siswa, antara lain faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang menyebabkan rendahnya minat membaca siswa adalah kemampuan siswa yang kurang memadai dan kebiasaa nmembaca yang kurang baik.
Sementara faktor eksternal adalah kurangnya dukungan dari lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga untuk menumbuhkan keterampilan membaca siswa, dan pengaruh dari teknologi yang semakin maju.
Menurunnya literasi dan minat baca yang dimiliki siswa pada akhirnya akan mempengaruhi karakter siswa itu sendiri. Dengan rendahnya peringkat Indonesia dalam PISA merupakan bukti yang menunjukkan bahwa kesenjangan pendidikan di Indonesia masih besar.
Masalah minat baca dan literasi merupakan masalah yang dapat berdampak pada berbagai masalah sosial. Kemiskinan, tingkat kenakalan yang tinggi, dan penyebaran berita hoax yang cepat adalah beberapa contoh masalah yang disebabkan oleh malas membaca dan literasi yang tidak dapat dipahami.
Salah satu upaya untuk meningkatkan minat baca pada siswa, tentu diperlukan sinergitas yang kuat dari guru, orang tua, sampai pemerintah. Pertama, peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran sangat penting dalam meningkatkan minat baca siswa.
Ketika siswa membaca buku yang tidak mereka sukai, peran guru juga sangat diperlukan, seperti topik yang banyak, buku yang panjang, dan bacaan yang sulit dipahami. Guru harus mampu memberikan kemudahan bagi siswa dengan memfasilitasinya dengan menyediakan buku bacaan yang bervariasi.
Selain itu, guru dapat mengkreasikan kegiatan membaca dengan kegiatan yang lainnya agar siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Kedua, peran orang tua. Role model siswa ketika dirumah adalah orang tuanya. Anak selalu mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh kedua orang tua mereka.
Menumbuhkan kebiasaan membaca, harus dimulai oleh orang tua terlebih dahalu. Selain itu, beri anak fasilitas yang memadai. Fasilitas tidak melulu berupa gadget, atau teknologi yang lainnya. Namun, fasilitas berupa buku yang sesuai dengan usianya untuk meningkatkan minat baca anak.
Ketiga, peran pemerintah. Pemerintah telah mengupayakan beberapa hal untuk meningkatkan literasi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah Gerakan Literasi Nasional yang meliputi empat bagian, yaitu Gerakan Literasi Sekolah, Gerakan Literasi Keluarga, Gerakan Literasi Bangsa, dan Gerakan Literasi Masyarakat.
Tujuannya adalah untuk mendorong masyarakat agar melek literasi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan adanya sinergitas antara stakeholder yang terkait, diharapkan mampu menumbuhkan kembali budayaliterasi pada siswadan masyarakat, sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan.
*) Wahyu Dwi Asri, Mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES)