harianpijar.com, JAKARTA – Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 laskar FPI, Abdullah Hehamahua, malah bersyukur mendapat label ‘teroris’ dari Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.
“Saya ‘teroris’? Itulah istilah yang diberikan oleh penjajah Belanda ke para pejuang Indonesia mulai Teuku Umar di Aceh sampai Pattimura di Maluku,” ujar Abdullah Hehamahua menanggapi komentar Ali Mochtar Ngabalin lewat keterangan tertulis, Sabtu, 17 April 2021, seperti dilansir dari detik.
Bila makna ‘teroris’ adalah orang-orang yang menentang penjajahan, Abdullah Hehamahua malah bersyukur mendapat label itu.
“Jadi jika itu yang dimaksud Adinda Ngabalin tentang ‘teroris’, alhamdulillah saya diberi gelar ‘teroris’ olehnya,” ucapnya.
Abdullah Hehamahua mengetahui Ali Mochtar Ngabalin dulu adalah kader Pelajar Islam Indonesia (PII), sedangkan dirinya aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Abdullah Hehamahua menyebut Ali Mochtar Ngabalin lebih radikal ketimbang dirinya.
“Jika saya seorang teroris, maka Adinda Ngabalin lebih teroris lagi. Sebab, mereka yang aktif di organisasi pemuda, pelajar, dan mahasiswa pasti tahu bahwa kader PII lebih galak dari kader HMI,” kata Abdullah Hehamahua.
Selanjutnya, Abdullah Hehamahua lalu bercerita mengenai aktivitas masa lalunya bersama Ali Mochtar Ngabalin, yakni pada masa jelang reformasi.
Saat itu, Ali Mochtar Ngabalin mengajak Abdullah Hehamahua bertemu Prabowo Subianto, namun tidak jadi berjumpa. Kemudian Ali Mochtar Ngabalin mengajak Abdullah Hehamahua ke Sri Bintang Pamungkas, fungsionaris PPP yang disebut Abdullah Hehamahua paling radikal pada saat itu.
Selain itu, Abdullah Hehamahua juga membandingkan keislaman Ali Mochtar Ngabalin dengan Jokowi. Hal ini dirinya sampaikan sebagai tambahan penjelasan atas protes terhadap analogi pertemuan TP3-Jokowi bak pertemuan Musa-Firaun.
Ada pula analogi yang pernah dia dengar dari politikus PDIP bahwa Jokowi seperti Umar bin Khattab. Abdullah Hehamahua tidak memprotes analogi itu, padahal Jokowi dan Umar bin Khattab dinilainya berbeda, termasuk berbeda dalam hal keislaman.
“Apakah saya ada protes terhadap analogi tersebut? Tidak. Wong membandingkan keislamannya Adinda Ngabalin saja, Jokowi kalah total, apalagi dibandingkan dengan Umar ibnu Khattab. Padahal Umar itu, kata Rasulullah SAW, sangat ditakuti iblis. Bahkan beberapa saran dan idenya dibenarkan Allah SWT sehingga turun dalam bentuk wahyu yang tercantum dalam Al-Qur’an,” tukas Abdullah Hehamahua.
Sebelumnya, Ali Mochtar Ngabalin menyebut Abdullah Hehamahua ‘teroris’ sebagai tanggapan atas sikap Abdullah Hehamahua yang menganalogikan pertemuan TP3 dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bak pertemuan Musa dengan Firaun.
“Kalau Musa AS setelah dewasa merantau ke Madyan, setelah 10 tahun dia kembali ke Mesir dan dengan mukjizat sebagai seorang nabi. Nah, kawan ini lari ke Malaysia, Hehamahua ini lari ke Malaysia dan pulang menjadi sosok yang menyihir anak-anak muda menjadi radikal dan ekstrem. Itu makanya Abang tulis, dia pulang ke Malaysia–dalam tanda petik–sebagai teroris,” ujar Ali Mochtar Ngabalin kepada awak media, Jumat, 16 April 2021. (msy/det)