Diperiksa KPK, Muhaimin Bantah Nikmati Aliran Suap Proyek Kementerian PUPR

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. (Foto:Google).

harianpijar.com, JAKARTA – Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar (Cak Imin) membantah telah menerima uang dalam kasus dugaan korupsi proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016.

“Tidak benar,” kata Muhaimin Iskandar (Cak Imin) usai merampungkan pemeriksaan di Kantor KPK, Jakarta, Rabu 29 Januari 2020.

Menurut Cak Imin, bahwa kedatangannya ke KPK guna memenuhi panggilan sebagai saksi dari Hong Artha yang semestinya diagendakan besok (hari ini-red). Namun, karena ada acara pemeriksaan dimajukan.

“Tapi karena besok saya ada acara, saya minta maju dan alhamdullilah selesai. Semuanya sudah, sudah saya berikan penjelasan, ya, selesai,” ujar Muhaimin Iskandar.

Seperti diketahui, pemeriksaan terhadap Muhaimin Iskandar (Cak Imin) merupakan tindak lanjut dari pengakuan mantan politikus PKB, Musa Zainudin. Selain itu, Musa juga mengaku soal aliran uang korupsi yang sampai dinikmati oleh elite partainya.

Kemudian, politisi PKB itu juga telah divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan kurungan. Bahkan, Musa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp7 miliar dan pencabutan hak politik selama tiga tahun setelah menjalani masa hukuman pokok.

Baca juga:   Kedatangannya Ke Bareskrim Polri, Antasari Azhar: Nanti Akan Saya Ceritakan Yang Belum Pernah Diceritakan

Namun, Musa mengajukan surat permohonan Justice Collaborator ke KPK pada akhir Juli 2019. Pada surat itu, Musa mengatakan bahwa uang yang diterimanya juga turut dinikmati pihak lain yang merupakan elite PKB.

Menurut Musa, uang senilai Rp6 miliar diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB saat itu, Jazilul Fawaid di kompleks rumah dinas Jazilul. Selain itu, setelah menyerahkan uang, Musa mengaku langsung menelepon Ketua Fraksi PKB, Helmy Faishal Zaini.

Kemudian, Musa juga meminta Helmy menyampaikan pesan ke Muhaimin Iskandar (Cak Imin) bahwa uang Rp6 miliar sudah diserahkan lewat Jazilul.

Namun, selama masa sidang, Musa mengaku menutupi peran rekan-rekannya karena menerima instruksi langsung dari dua petinggi partai. Bahkan, instruksi itu menyebut bahwa Muhaimin Iskandar (Cak Imin) berpesan agar kasus itu berhenti di Musa.

Baca juga:   Djarot: Revisi UU KPK Bagian dari Strategi Membangun Pemerintahan Bersih dan Antikorupsi

“Saya diminta berbohong dengan tidak mengungkap peristiwa sebenarnya,” kata Musa.

Sementara, Hong Artha John Alfred merupakan Komisaris PT Sharleen Raya juga ditetapkan KPK sebagai tersangka lantaran diduga memberikan suap kepada sejumlah pihak terkait proyek-proyek PUPR, seperti kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar pada pertengahan 2015.

Selain itu, Hong Arta juga diduga memberikan suap kepada mantan anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp1 miliar pada November 2015.

Selanjutnya, atas perbuatannya Hong Arta dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [elz/cnn]

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini