Soal Evaluasi Pilkada Berbasis Riset, Pengamat: Gagasan Mendagri Sudah Tepat

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. (Foto:Google).

harianpijar.com, JAKARTA – Pengamat politik dari Indonesian Publik Institute (IPI), Karyono Wibowo menyebut gagasan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian soal evaluasi Pilkada berbasis riset disambut baik oleh kalangan pengamat.

“Saya sepakat dengan upaya Mendagri untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dan holistik dengan pendekatan akademik agar proses evaluasinya terukur dan hasilnya bisa dijelaskan secara ilmiah,” kata Karyono dalam keterangannya, Rabu 20 November 2019.

Menurut Karyono, bahwa perlu dilakulan riset, focus group discussion (FGD) dan indepth interview yang melibatkan para pakar dan peneliti untuk evaluasi pilkada langsung, dimana biaya politiknya yang super mahal.

Selain itu, evaluasi secara sistematis dan holistik perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam pelaksanaan pilkada. nahkan, dengan melakukan itu bisa diketahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingginya biaya politik, faktor-faktor yang menyebabkan banyaknya pelanggaran dalam setiap tahapan pemilu dapat diteteksi secara terukur.

Baca juga:   Mendagri: Pemindahan Ibu Kota Negara Baru Wacana dan Bukan Perkara Mudah

“Dari hasil evaluasi dapat diketahui kelemahan sistem pemilihan langsung,” ujar Karyono.

Lebih lanjut, Karyono menegaskan, secara garis besar ada dua aspek yang perlu dievalusi, yaitu aspek yuridis dan teknis. Karena itu, untuk mendapatkan hasil evaluasi yang terukur perlu ada studi perbandingan untuk melihat plus-minus antara sistem pemilihan langsung oleh rakyat dengan sistem pemilihan melalui DPRD.

Bahkan, ada beberapa variabel yang bisa digunakan untuk mengukur kelebihan dan kekurangan kedua sistem tersebut.

“Misalnya, dengan memasukkan sejumlah variabel untuk mengukur seberapa besar pengaruh kedua sistem pemilihan dari aspek keamanan, stabilitas politik, ekonomi, perubahan sosial, budaya, money politic, dan seberapa besar kedua sistem pemilihan bepengaruh terhadap tingkat korupsi. Evaluasi menyuluruh Itulah yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memutuskan apakah akan tetap menerapkan sistem pemilihan langsung atau melalui DPRD,” tegas Karyono.

Baca juga:   Menko Polhukam Minta Bawaslu Petakan Kerawanan Pilkada Serentak 2018

Kemudian, Karyono juga mengingatkan bahwa wacana tentang evaluasi sistem pilkada secara langsung sudah lama menjadi perbincangan. Bahkan, wacana tersebut kerap menjadi perdebatan di tengah publik.

Sementara, sistem pemilihan langsung pernah diubah dan dikembalikan ke DPRD untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah melalui UU 22/2014, namun undang-undang ini dibatalkan oleh Presiden SBY dengan mengeluarkan Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Selain itu, ada dua opsi yang mencuat ke publik terkait wacana evaluasi sistem pemilihan kepala daerah. Opsi pertama, pemilihan langsung hanya akan digelar pada tingkat kabupaten/kota. Sementara untuk pilkada tingkat provinsi digelar pemilihan secara tidak langsung alias melalui DPRD.

Dikatakan Karyono, opsi kedua, ada alternatif kebijakan evaluasi pilkada secara asimetris. Kebijakan akan menghasilkan mekanisme daerah tertentu yang boleh digelar secara langsung dan daerah-daerah yang digelar secara tidak langsung. [elz/rmol]

SUMBERRmol.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini