harianpijar.com, JAKARTA – Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengimbau menteri-menteri di Kabinet Indonesia Maju tidak saling gaduh di ruang publik karena beda pandangan, terkait “desa fiktif” antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar.
“Dua pandangan yang sangat berseberangan ini sejatinya diungkapkan dan dibahas tuntas dalam rapat internal kabinet,” kata Emrus, dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat 8 November 2019.
Menurut Emrus, jika terdapat perbedaan pandangan di antara menteri-menteri di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), hal itu sebaiknya dibicarakan dalam fora internal, di antaranya pada rapat kabinet paripurna yang dipimpin presiden, rapat kabinet terbatas yang dipimpin wakil presiden, ataupun rapat kabinet khusus yang dipimpin menteri koordinator terkait.
“Di dalam rapat kabinet inilah mereka berdua adu fakta, data, bukti, landasan hukum yang terkait, argumentasi dan bila diperlukan saling mengemukakan dalil untuk membuat kesepakatan dan atau keputusan sebagai landasan kedua menteri tersebut dalam berwacana di ruang publik,” ujar Emrus.
Ditegaskan Emrus, tidak sepatutnya dua menteri beradu argumen di ruang publik. Karena, mengingat keduanya berada dalam satu “perahu” yang sama, yakni Kabinet Indonesia Maju.
Selain itu, persoalan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar sudah terlanjur mengemuka, sehingga keduanya harus dapat mempertanggungjawabkan hal tersebut ke publik.
“Jika dua pandangan yang berbeda tersebut ada kecocokan fakta, data dan bukti, hanya yang berbeda dari sudut pandang saja, ini lebih mudah melakukan klarifikasi di ruang publik,” tegasnya.
“Lain halnya bila ditemukan ada perbedaan data, fakta, dan bukti yang sangat signifikan, maka perlu dilakukan uji validitas secara menyeluruh terhadap sajian lontaran pernyataan dari dua menteri tersebut,” lanjutnya.
Selanjutnya, dijelaskan Emrus, jika hasilnya ditemukan bahwa fakta, data, dan bukti yang bersumber dari dua menteri itu tidak valid, disarankan agar kedua menteri itu harus meminta maaf kepada publik.
Sementara sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada laporan banyak desa baru yang tidak berpenduduk yang dibentuk agar bisa mendapatkan kucuran dana desa setiap tahun. Selain itu, desa tersebut kemudian disebut sebagai desa fiktif.
Namun, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar mengatakan tidak ada desa fiktif seperti yang disebutkan Sri Mulyani.
“Sejauh ini belum ada desa fiktif,” kata Abdul Halim, di Kantor Kepresidenan, Jumat 8 November 2019.
Kemudian, dikatakan Emrus pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang pertama, beda pendapat di antara menteri-menterinya juga pernah terjadi dan ini menjadi polemik yang menyita perhatian publik.[elz/ant]