harianpijar.com, JAKARTA – Komisi III DPR RI meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencopot Wiranto dari kursi Menko Polhukam atas meninggalnya dua mahasiswa yang ikut dalam aksi demonstrasi di Kendari belum lama ini.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai permintaan Komisi III itu tidak efektif untuk menyelesaikan masalah. Menurutnya, percuma apabila meminta Jokowi memecat Wiranto sekarang mengingat masa baktinya yang hanya tinggal sebentar lagi.
Meski demikian, Adi Prayitno mengaku paham apabila permintaan Komisi III tersebut memang berlandaskan rasa kecewa melihat kinerja Wiranto yang tidak memuaskan.
“Mencabut juga enggak ada artinya. Kalau saya sih harus dipahami secara substansi bahwa ekspresi teman-teman Komisi III itu adalah sebagai bentuk ekspresi kekecewaan,” ujar Adi Prayitno saat ditemui di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu, 28 September 2019.
Adi Prayitno mengatakan Komisi III bisa saja mendesak Wiranto untuk segera menyelesaikan beragam masalah berkaitan dengan politik, hukum dan HAM yang tengah terjadi sekarang ini. Dirinya menilai, untuk kondisi saat ini, semua pihak harusnya bisa berpikir jernih.
“Minta kepada Pak Menko Polhukam untuk menyelesaikan semua kegaduhan yang ada. Papua selesaikan dalam waktu yang singkat,” kata Adi Prayitno.
“Dalam waktu dua minggu misalnya, persoalan mahasiswa dan STM selesaikan dalam waktu dua minggu,” imbuhnya.
Sebelumnya, Komisi III DPR RI menilai tewasnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo saat demonstrasi di Kendari menjadi bukti kegagalan Menko Polhukam Wiranto. Karena itu, Komisi III meminta Jokowi mencopot Wiranto dari jabatannya.
Wakil Ketua Komisi III Erma Ranik menuturkan Wiranto gagal melakukan antisipasi terhadap situasi keamanan dan politik di Indonesia. Padahal, konsentrasi kerja Wiranto ada di dua ranah tersebut.
“Meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mencopot Menko Polhukam Wiranto karena terbukti gagal dalam melakukan antisipasi terhadap persoalan politik dan keamanan yang menjadi domain wilayah kerjanya,” ujar Erma Ranik dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 27 September 2019. (elz/sua)