harianpijar.com, JAKARTA – Pengamat politik yang juga Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak tepat untuk menerima gelar Putera Reformasi. Dirinya pun lantas mengungkap beberapa alasannya.
“Bagi mereka yg mau melaksanakan itu ya monggo-monggo saja, tapi kalo saya ditanya, saya mengatakan itu kurang tepat,” ujar Ray Rangkuti di sebuah Diskusi Publik di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu, 22 September 2019.
Pasalnya, dikatakan Ray Rangkuti, selama sebulan terakhir ini Jokowi menunjukkan semangat yang berlawanan dengan semangat reformasi.
“KPK diperlemah, RKUHP dimasukan kembali prinsip yang ditolak reformasi sejak awal. Mulai dari undang-undang pertanahan dan macam-macam yang bertentangan dengan semangat reformasi. Jadi rasanya kurang tepat, kalo setelah melihat ini, kurang tepat rasanya Jokowi diberi gelar putera reformasi,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Ray Rangkuti juga menilai, selama lima tahun kepemimpinan Jokowi, ide-ide reformatif yang dikembangkan oleh Presiden Ke-3 RI BJ Habibie tidak dijalankan.
“Pembenahan birokrasi gak jalan, pembenahan institusi polisi gak jalan, pembenahan kejaksaan juga tidak jalan. Padahal menurut saya kelanjutan reformasi adalah membenahi tiga ini,” kata Ray Rangkuti.
Gelar reformasi, tambah Ray Rangkuti, merupakan gelar yang tidak mudah untuk dijalani dan dijiwai. Jadi sebaiknya jangan terlalu mudah mengklaim seseorang dengan gelar Putera Reformasi.
“Kita sudah melihat bapak reformasi yang gagal. Gagal menjadi bapak reformasi. Jadi jangan terlalu mudah mengobral gelar reformasi itu. Apalagi betul-betul nggak dijiwai,” pungkas Ray Rangkuti.
Sebagaimana diketahui, Surat berkop Universitas Trisakti bernomor 339/AK.15/USAKTI/R/IX/2019 tengah ramai dibahas di media sosial. Surat itu ditujukan kepada Menteri Sekretaris Kabinet terkait rencana pemberian penghargaan sebagai “Putra Reformasi” kepada Presiden Jokowi. (nuch/det)