harianpijar.com, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan salah satu karya adi luhung (karya besar) Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI ke lima adalah melahirkan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi.
Namun, semangat pemberantasan korupsi seakan dibonsai oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga kader PDIP dengan menyetujui revisi UU KPK.
“Karya adi luhung itu sirna karena direvisi penerusnya dan kadernya sendiri, ini jelas mengecewakan wong cilik yang punya harapan hidup sejahtera dengan pemerintahan yang bersih yang dijalankan oleh Jokowi,” kata Arief Poyuono, Jumat, 20 Setember 2019.
Menurut Arief Poyuono, seharusnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan UU KPK tersebut jika menghormati karya besar Megawati.
“Dengan ikut merevisi UU KPK artinya Jokowi dan kader PDIP di DPR telah menghilangkan dan tidak menghargai karya besar Ibu Megawati dan para senior angota DPR dari PDIP waktu itu yang jumlahnya hingga 33 persen,” ujarnya.
Ditegaskan Arief Poyuono, Megawati dan angota DPR dari PDIP waktu itu lah yang melahirkan KPK dan UU KPK yang sangat independen dan kuat dalam semangat memberantas korupsi, karena sepanjang rezim orde baru korupsi sangat merajalela.
“Masa Jokowi dan kader PDIP tidak bisa menjaga hasil karya adi luhung Ibu Megawati sebagai Presiden yang berkomitmen besar dalam menciptakan pemerintahan yang bersih,” ucap Arief Poyuono.
Arief Poyuono juga menjelaskan, begitu juga dengan Nawacita dan Revolusi Mental yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan PDIP, di mana jelas komitmen Jokowi terhadap pemberantasan korupsi dalam konsep yang ditawarkan ke masyarakat. Karena, saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 10 tahun, korupsi sangat merajalela.
“Lah ini kok di periode kedua Jokowi kok pura-pura lupa ya. Ora mudeng kulo Mas (Jokowi), enggak kepikir,” sebutnya.
Ditambahkan Arief Poyuono, memang setelah KPK berdiri tidak ada satupun anggota parpol yang tidak luput jadi tangkapan lembaga antirasuah itu, tapi bukan berarti harus merevisi UU KPK.
“Kalau kita flashback tahun 2014 saat akan direvisi UU Pemilu, dimana sistem pilkada langsung akan direvisi menjadi tidak langsung, PDIP paling kenceng menyuarakan penolakan atas nama demokrasi, dan SBY mendengar dan kemudian dikeluarkan Perpu. Masa sekarang begitu ada revisi UU KPK, Jokowi enggak berani sih keluarkan Perpu juga begitu revisi UU KPK disahkan nanti,” tandas Arief Poyuono. (elz/rmo)