Soal RUU KPK, JK: Pemerintah Tidak Setujui Semua Usulan Materi Revisi dari DPR

Jusuf-Kalla
Jusuf Kalla (JK). (foto: detik/Noval Dhwinuari)

harianpijar.com, JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut pemerintah tidak akan sepakat atau menyetujui semua materi revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Bahkan, saat ini pemerintah sedang membuat daftar inventaris masalah (DIM).

“Sekarang pemerintah sedang membuat DIM (Daftar Inventaris Masalah),” kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa, 10 September 2019.

JK mengatakan, pemerintah hanya menyetujui beberapa hal.

“Jadi mungkin dari sisi yang diusulkan DPR, itu paling yang disetujui pemerintah setengahnya,” sebutnya.

Lebih lanjut, ditegaskan JK, salah satu poin usulan revisi yang ditolak pemerintah adalah terkait koordinasi dengan Jaksa Agung sebelum KPK melakukan tuntutan hukum terhadap seseorang.

Baca juga:   Terkait Aksi Main Hakim Sendiri, Komisi III: Diminta Polisi Tegakkan Hukum

Selain itu, pemerintah juga menilai wewenang KPK dalam meminta dan memeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tidak perlu dihapus. Karena, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah tepat sebagai lembaga yang berwenang terhadap LHKPN.

“Ada di dalam itu untuk penuntutan itu harus koordinasi dengan Jaksa Agung, itu tidak perlu. Begitu juga soal laporan harta kekayaan (LHKPN), itu jangan, tetap saja seperti ini,” tegas JK.

Sementara diketahui, revisi UU KPK muncul dari usulan DPR untuk segera dibahas dan disahkan di akhir periode 2014-2019 yang berakhir pada Oktober 2019 mendatang. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga hingga Selasa siang kemarin, belum mengirimkan surat presiden (supres) sebagai bentuk persetujuan untuk membahas RUU tersebut.

Baca juga:   Politisi NasDem: Anggota DPR sebagai Perpanjangan Tangan Cukong dan Parpol

Selanjutnya, beberapa poin revisi tersebut menyangkut antara lain pengakuan kedudukan KPK disepakati berada pada tingkat lembaga eksekutif atau pemerintahan, status pegawai dan pembentukan dewan pengawas.

Selain itu, kewenangan penyadapan seizin dewan pengawas serta prosedur penghentian penyidikan dan penuntutan kasus korupsi yang tidak selesai dalam satu tahun atau dengan menerbitkan SP3. (elz/ant)

SUMBERAntara

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini