harianpijar.com, JAKARTA – Ketua Departemen Politik dan Hubungan International CSIS Vidhyandika D Perkasa menyebut penetapan Benny Wenda sebagai tersangka adalah upaya untuk membatasi gerak-geriknya di luar negeri.
“Saya pikir intelijen sudah punya bukti keterlibatan Benny Wenda. Di satu sisi, penetapan (tersangka) itu juga untuk membatasi gerak-gerik Benny Wenda di luar negeri,” kata Vidhyandika di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat, 6 September 2019.
Menurut Vidhyandika, Benny Wenda dianggap sebagai figur pembebasan Papua dan juga sosok yang mendorong berlangsungnya referendum bagi Papua.
“Dia menjadi inspirasi bagi pemuda pemuda untuk memperjuangkan referendum,” kata Vidhyandika.
Selanjutnya, Vidhyandika juga mengingatkan agar pemerintah jangan hanya menjadikan Benny Wenda sebagai aktor tunggal permasalahan di Papua.
“Mungkin harus ditinjau dari dua sisi, karena permasalahan Papua bukan karena Benny Wenda saja,” ujar Vidhyandika.
Kemudian, Vidhyandika juga menambahkan sikap pemerintah dalam menangani konflik di Papua itu harus menyentuh persoalan inti dan salah satunya adalah masalah ekonomi.
“Meskipun pemerintah Jokowi sibuk membangun infrastruktur, ada masalah ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang belum terselesaikan,” ucapnya.
Sementara, berdasarkan diskusi dengan sejumlah milenial Papua, Vidhyandika mengatakan kalau mereka merasa pembangunan infrastruktur Papua secara ekonomi perlu dikaji lebih dalam lagi. Karena, yang diuntungkan dari Pembangunan Infrastruktur ini siapa? Karena mereka tidak dilibatkan. Apalagi pembangunan melibatkan kehadiran militer.
Sebab, masyarakat Papua sangat trauma dengan militer. Selain, adanya miss management penggunaan dana otonomi khusus (otsus) juga menyebabkan pembangunan era Jokowi semakin tak terlihat.
Lebih lanjut, menurut Vidhyandika, pemerintah jangan hanya mengkambinghitamkan Benny Wenda saja jika belum menyentuh persoalan inti tadi. Karena, Benny Wenda memiliki sejumlah koneksi informasi internasional yang dapat membangkitkan pembebasan Papua.
“Benny Wenda itu punya koneksi beragam di dunia Internasional, jadi memang berjuang dari aspek Internasional untuk membangun citra Papua yang masih bermasalah,” ungkap Vidhyandika.
Kalau permasalahan itu tidak diselesaikan, maka akan semakin deras arus informasi internasional mengenai Papua jika Benny Wenda dikambinghitamkan.
Selanjutnya, dikatakan Vidhyandika, permasalahan Papua bukan karena aktor tunggal. Hanya saat ini karena Benny Wenda mempunyai image, resource, dan channel untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua.
“Saya pikir itu termasuk yurisdiksi dimana dia berada. Kalau referendum itu terwujud, belum tentu juga dia dianggap oleh masyarakat Papua,” pungkas Vidhyandika. (elz/ant)