Pakar: Profesionalitas Jadi Kunci dalam Pembentukan Kabinet Jokowi

Konferensi-Nasional-Hukum-Tata-Negara
Jumpa pers hasil Konferensi Nasional Hukum Tata Negara. (foto: detik/Ari)

harianpijar.com, JAKARTA – Profesionalitas dinilai menjadi kunci dalam pembentukan kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Untuk itu, menurut pakar hukum tata negara Bayu Dwi Anggono, tidak perlu ada dikotomi parpol dan nonparpol karena semua menteri harus profesional.

“Jadi presiden silakanlah tegas. Presiden tetap punya kriteria soal orang menteri itu A sampai Z, kalau ada yang tidak memenuhi syarat ya kembalikan ke parpol. ‘Anda kalau mau ngirim orang yang direkomendasikan ya harus memenuhi syarat saya, kalau nggak ya saya kembalikan’, itulah makna prerogatif,” ujar Bayu Dwi Anggono yang juga Direktur Puskapsi Universitas Jember ini dalam jumpa pers penutupan Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN) ke-6 di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu, 4 September 2019.

“Karena kan sumber menteri itu bisa dari parpol, asosiasi, dari profesi, kemudian kelompok-kelompok lain, relawan dan sebagainya, bukan soal latar belakang dari mana, tapi apakah orang tersebut memenuhi kriteria yang dia minta,” tambahnya.

Baca juga:   Soal Revisi UU KPK, Partai Golkar Dukung Penuh Keputusan Jokowi

Sementara itu, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai penyusunan kabinet seharusnya memperhatikan kepentingan masyarakat dan bukan transaksional dengan partai politik. Dirinya berpandangan ada tekanan yang diberikan kepada Jokowi dalam penyusunan kabinet.

“Ya, kalau saya melihatnya kayak itu. Jangankan yang terbuka di media, di Kongres PDIP di Bali, partainya bilang ‘kita segini dong’ dan sebagainya. Kelihatannya kalau dari narasi belakangan beliau sampaikan, termasuk di Istana, ada tekanan itu, sehingga ditekankan kembali ‘itu hak prerogatif saya (Jokowi)’, jangan ditekankan,” kata Bivitri Susanti.

Bivitri Susanti tak menampik bahwa dalam sistem presidensial multipartai, memang ada ikatan antara presiden dan koalisi pengusung. Dirinya pun mendorong presiden membuat kriteria bagi para calon menterinya untuk menghindari sistem transaksional dengan partai

“Tidak dipungkiri kita masih sistem presidensial multipartai, mau nggak mau ya ketika dia mau maju jadi presiden buat ikatan dalam koalisi dengan partai-partai, mau tidak mau mesti diperhatikan. Yang kami dorong memang hak prerogatif presiden. Presiden bikin saja kriterianya, jangan si A si B, bikin saja kriterianya. Gini, apakah terafiliasi dengan parpol atau tidak, yang penting kriteria bisa terpenuhi. Saya kira ada tekanan-tekanan,” ungkapnya.

Baca juga:   Pengamat: Prabowo Harus Mampu Atasi Kekecewaan Pendukungnya

Selain itu, Bivitri Susanti berpendapat kriteria calon menteri perlu disampaikan ke publik. Sehingga publik nantinya bisa menilai apakah seorang menteri itu memenuhi kriteria atau tidak.

“Kalau menurut saya perlu ya, jadi publik bisa menilai partai mana yang memaksakan gitu, pokoknya jabatan menteri M buat partai ini, menurut kami tidak bisa itu. Publik nilai dulu tercapai atau tidak. Kalau dia terafiliasi dengan partai tertentu bukan masalah, menurut kami kualifikasi atau tidak,” ujar Bivitri Susanti. (nuch/det)

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini