harianpijar.com, JAKARTA – Partai Gerindra menyebut dukungan ketua umumnya, Prabowo Subianto, kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin bukan berarti tanpa syarat.
Menurut politikus Partai Gerindra Miftah Sabri, dukungan dalam pemerintahan Jokowi tersebut tentu berlandaskan syarat.
Dijelaskan Miftah Sabri, jika diminta oleh Jokowi untuk membantunya dalam pemerintahan, Prabowo Subianto tak akan serta merta mengiyakan tawaran itu. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi Jokowi agar Prabowo Subianto setuju membantunya selama lima tahun ke depan.
“Soal dukungan pada Presiden terpilih yang dimaksudkan Pak Prabowo adalah dengan syarat. Jika diminta oleh Presiden Jokowi, dan itu tentu tidak serta merta juga langsung yes. Harus dilihat dulu platformnya sesuai tidak,” kata Miftah Sabri dalam pesan singkat sepeti dilansir dari CNN Indonesia, Jumat, 26 Juli 2019.
Lebih lanjut, Miftah Sabri menegaskan, syarat-syarat tersebut meliputi kemandirian pangan, kemandirian energi, kedaulatan pertahanan negara, serta beberapa hal mencakup kepentingan negara dan bangsa.
Tetapi, dikatakan Miftah Sabri, meski syarat-syarat itu telah dipenuhi oleh Jokowi, Prabowo Subianto juga tak serta-merta akan melenggang masuk untuk mendukung pemerintahan. Karena, bergabungnya Prabowo Subianto juga harus disetujui oleh koalisi yang mendukung Jokowi di pilpres sebelumnya.
Miftah Sabri mengatakan, yang jelas partainya sama sekali tak dalam posisi mengemis-ngemis meminta jatah, atau bahkan tiba-tiba datang dan menggangu ‘rumah tangga’ koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin di pilpres.
“Gerindra tidak dalam posisi mengemis-ngemis dan tidak mau mengganggu rumah tangga koalisi pendukung pilpres Pak Jokowi,” tegasnya.
Menurut Miftah Sabri, saat ini posisi Partai Gerindra dan Prabowo Subianto sudah jelas, yakni mencari titik temu dalam berpolitik di Indonesia demi menjaga keseimbangan. Namun, Partai Gerindra dan Prabowo Subianto tetap kritis pada kebijakan presiden terpilih.
“Karena memahami tantangan yang dihadapi bangsa dalam periode lima tahun ke depan tidak mudah. Perang dagang, revolusi 4.0, tekanan ekonomi global dan sebagainya. Bersatu saja kita belum tentu kuat, apalagi jika harus bercerai berai,” sebutnya.
Miftah Sabri mengatakan, meski harus gotong royong menjaga persatuan bangsa, tapi tetap saja prinsip di Indonesia dalam berpolitik bukan prinsip winner takes all. Maka harus ada pihak yang selalu mengingatkan pemenang atas kebijakan-kebijakan yang ditengarai salah langkah.
“Di Indonesia prinsip winner takes all bukan prinsip negara kita. Prinsip negara kekeluargaan, gotong royong dan musyawarah mufakat lebih cocok untuk kita. Dalam kerangka dukungan itulah yang dimaksud oleh Ketum Gerindra Prabowo Subianto,” ujar Miftah Sabri. (elz/cnn)