Pakar Hukum: Keberadaan Dewan Pengawas KPK Dinilai Janggal

Gedung-KPK
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

harianpijar.com, JAKARTA – Pakar Hukum Pidana Gandjar Laksmana Bonaprapta menyebut revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK telah disahkan, namun kritik keras dan protes terus mengalir.

Menurut Gandjar Laksmana, salah satunya kritikan diarahkan pada poin adanya pembentukan dewan pengawas KPK yang dinilai janggal. Lantaran, segala tindak tanduk KPK harus mendapat persetujuan dari dewan pengawas tersebut.

“Keberadaan dewan pengawas yang berada dalam struktur organisasi ini janggal. Mengingat lembaga-lembaga negara lain memiliki badan pegawas yang berada di luar struktur organisasi seperti Kompolnas, Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial,” kata Gandjar Laksmana dalam forum diskusi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa, 17 September 2019.

Baca juga:   Presiden: Belum Tertutup Peluang Untuk Terbitkan Perppu KPK

Ditegaskan Gandjar Laksmana, merupakan sebuah ketidakwajaran jika dewan pengawas memberi wewenang memberi izin penyadapan. Karena, KPK dicanangkan sebagai lembaga independen yang memiliki kewenangan lebih luas mencakup pemberantasan korupsi. Bahkan, sebelumnya pemberantasan korupsi oleh Polisi dan Kejaksaan dianggap belum maksimal.

“KPK memang semula dicanangkan untuk beroprasi secara tertutup. Pada saat itu KPK diharapkan tidak sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan,” ucapnya.

Baca juga:   KPK Kembali OTT di Daerah, Anggota DPR Usul Kepala Daerah Dipilih DPRD

Lebih lanjut, dikatakan Gandjar Laksmana, integritas harus diutamakan, dengan cara memastikan SDM yang berintegriatas yang duduk dalam kursi-kursi pimpinan. Selain itu, Gandjar Laksmana juga mengkritisi huruf b dalam bagian menimbang revisi Undang-undang KPK terutama kata-kata melanggar Hak Asasi Manusia atau HAM.

Karena itu, menurutnya, HAM yang dimaksud dalam revisi Undang-Undang KPK berkaitan dengan penetapan status tersangka yang berlarut-larut.

“Hal ini dapat ditanggulangi dengan merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, bukan Undang-Undang KPK,” ujar Gandjar Laksmana. (elz/rep)

SUMBERRepublika

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini