JAKARTA, harianpijar,com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan tidak akan memecat anak buahnya yang terbukti pernah terlibat dalam organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun, menurutnya sanksi tetap akan diberikan kepada aparatur sipil negara (ASN) terkait.
Lebih lanjut, ditegaskan Tjahjo Kumolo, peringatan akan diberikan kepada ASN di lingkup Kemendagri yang terbukti pernah menjadi pengurus, atau terlibat dalam aktivitas HTI. Lain itu, sanksi diberikan setelah tim pemeriksa ASN dari Kemendagri bekerja dalam waktu dekat.
“Tindakannya ini kan setelah ormas dibubarkan, ini dia (ASN terkait) sebagai apa dulu (dalam HTI)? pengurus? Harusnya dia (sebagai ASN) tahu, dia tidak boleh bicara yang bertentangan dengan Pancasila,” tegas Tjahjo Kumolo saat dikonfirmasi di Kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis 27 Juli 2017.
Menurut Tjahjo Kumolo, jika bukti keterlibatan ASN dengan HTI sudah dimiliki, peringatan dan penegakan disiplin akan diberikan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan memberlakukan sumpah jabatan lagi untuk ASN yang terbukti pernah bertentangan dengan dasar negara.
Sementara, dijelaskan Tjahjo Kumolo, pemberian sanksi serupa juga diklaim akan dilakukan internal pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Nantinya, penegakan disiplin akan dipimpin langsung oleh gubernur, bupati, atau walikota terkait.
“Intinya diingatkan bahwa anda (ASN terkait) disumpah setia pada Pancasila. Sanksinya peringatan, disiplin, tidak lalu langsung dipecat. Panggil kalau ada bukti dan laporan, saksi, kalau dia menyebarkan paham ajarannya,” jelas Tjahjo Kumolo.
Sedangkan, pemberian sanksi dilakukan usai pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Selain itu, saat ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng) dilaporkan sudah mengambil langkah tindak lanjut terbitnya Perppu tersebut. Bahkan, Pemprov Jateng menyatakan akan menyiapkan mekanisme untuk menginvestarisasi ASN yang terafiliasi HTI.
Menurut Kepala Bidang Badan Ketahanan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Jateng, Atiek Sunarti Rabu 26 Juli 2017 lalu menjelaskan, jika mekanisme inventarisasi itu bakal dilakukan Pemprov Jateng secara tersistematis.
Sementara, menurutnya untuk mengatasi risiko munculnya aksi persekusi terhadap eks anggota HTI, pemerintah diminta melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Sosial dan Agama (ELSA) Tedi Kholiludin menilai pendekatan dengan melibatkan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat ini lebih tepat daripada pendekatan dari Aparat.
“HTI itu kan nafasnya Islam. Jadi sepertinya lebih tepat pendekatannya lewat Tokoh Agama atau Tokoh Masyarakat, sehingga masyarakat yang mencoba mem-bully ataupun melakukan persekusi akan segan dengan sendirinya,” kata Tedi Kholiludin di Semarang, Kamis 27 Juli 2017.
Selain itu, dikatakan Tedi Kholiludin, dirinya juga berharap masyarakat tak terprovokasi dengan asumsi yang menyebut tindakan membubarkan HTI sebagai bentuk pengebirian terhadap kaum ataupun organisasi Islam.
“Agama dan nasionalime itu bukan dua kutub yang bertentangan. Agama tanpa nasionalisme akan jadi paham agama yang eksklusif, tetapi nasionalisme tanpa agama akan jadi chauvinisme yang kering. Ini yang harus dipahami masyarakat secara utuh”, tambah Tedi Kholiludin yang juga aktivis pemuda Nahdhlatul Ulama (NU) tersebut.