
JAKARTA, harianpijar.com – Ketua Setara Institute Hendardi mendukung rencana Kapolri Jenderal Tito Karnavian soal pembubaran organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Menurut Hendardi, rencana tersebut merupakan langkah yang tepat dan legal, sepanjang dilakukan melalui proses yudisial yang akuntabel. Lain itu, dirinya juga mengaku sejalan dengan alasan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang mengatakan pembubaran akan didasari dengan argumen bahwa HTI dinilai telah mengganggu ketertiban sosial, potensi memicu konflik horizontal, dan mengancam ideologi Pancasila.
Lebih lanjut, ditegaskan Hendardi, gagasan khilafah yang diusung HTI merupakan suatu sistem politik dan pemerintahan yang bertentangan dengan Pancasila.
“Berbagai studi dan praktik di beberapa negara, ideologi khilafah yang disertai pandangan keagamaan eksklusif, takfiri atau gemar mengkafirkan pihak yang berbeda telah menimbulkan pertentangan kuat di tengah masyarakat,” kata Hendardi dalam keterangan resminya, Selasa, 2 Mei 2017.
Selain itu, menurut Hendardi, dalam dukungan tersebut dirinya mengutarakan mengingat beberapa negara juga telah menolak organisasi tersebut, seperti Yordania dan Irak. Meskipun secara fisik HTI tidak melakukan kekerasan, dirinya menilai gerakan pemikirannya yang secara massif dan sistematis telah merasuk ke sebagian warga negara Indonesia.
“Paham organisasi tersebut telah masuk melalui kampus dan majelis keagamaan. Kemudian, HTI juga dianggap mengancam kebhinnekaaan, sistem politik demokrasi, dan Pancasila, yang merupakan falsafah bangsa Indonesia. Gagasan tersebut merupakan eksperimentasi penerapan prinsip ‘margin of appreciation’ dalam disiplin hak asasi manusia,” kata Hendardi.
Karena itu, menurut Hendardi negara berhak membatasi perkembangan HTI di Indonesia mengingat mereka telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Jika penyebarannya yang dibatasi, maka orang-orang yang menganut pandangan keagamaan dan pandang politik seperti HTI tidak bisa dipidanakan. Hanya tindakan penyebarannya yang bisa dibatasi.
Adapun teknis pembubaran suatu organisasi massa diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013. Pada Pasal 59-78 mengatur larangan bagi ormas, ancaman sanksi, pembekuan organisasi, hingga mekanisme pembubaran dan mekanisme untuk menyoal pembubaran itu, jika organisasi yang dibubarkan tidak menerima tindakan hukum negara.