Peneliti: DPR Ngotot Buka Rekaman Pemeriksaan Miryam, Hak Angket Hanya Akal-Akalan

Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan, hak angket yang digulirkan dewan hanyalah akal-akalan saja.

JAKARTA, harianpijar.com – Komisi III DPR RI didesak sejumlah kalangan untuk membatalkan rencana penggunaan hak angket untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani. Pasalnya, rencana tersebut dianggap melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Menurut Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan, hak angket yang digulirkan dewan hanyalah akal-akalan saja.

Lain itu, ditegaskan Erwin Natosmal Oemar, sikap DPR itu sudah terbaca sejak dilakukan rapat dengar pendapat bersama KPK. Sementara, rapat itu bertujuan untuk mempertanyakan penyidikan kasus e-KTP.

“Ujung-ujungnya kan masalah enam anggota yang disebut-sebut menekan Miryam,” tegas Erwin Natosmal Oemar, Sabtu 22 April 2017 kemarin.

Lebih lanjut, dikatakan Erwin Natosmal Oemar, hak angket yang digulirkan dewan hanya untuk kepentingan mereka sendiri, bukan kepentingan rakyat. Karena, mereka menggunakan kekuatan politik untuk menekan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani.

Sementara, menurut Erwin Natosmal Oemar, rekaman pemeriksaan merupakan materi penyidikan yang tidak bisa dibuka di rapat politik. Rekaman itu hanya bisa dibuka di pengadilan. “Jangan paksa KPK buka rekaman di rapat komisi,” kata Erwin Natosmal Oemar.

Sedangkan, dikatakan Erwin Natosmal Oemar, langkah hak angket itu merupakan upaya dewan untuk mengintervensi proses hukum di komisi pemberantasan korupsi itu. Karena, kasus e-KTP masih dalam proses penyidikan.

Baca juga:   Kapolri: Polisi Masih Berupaya Ungkap Kasus Teror Novel Baswedan

Selain itu, KPK terus mengusut pihak-pihak yang diduga terlibat kasus itu. Banyak politisi yang diduga menerima uang panas dari kasus yang merugikan negara mencapai Rp 2,3 triliun itu.

Karena itu, Erwin Natosmal Oemar, dirinya meminta agar DPR membatalkan hak angket yang sekarang digulirkan. Lain itu, menurutnya masyarakat sudah dewasa dan mengetahui bahwa apa yg dilakukan DPR merupakan untuk kepentingan mereka. Langkah itu merupakan untuk melemahkan KPK. “Harus dibatalkan,” kata Erwin Natosmal Oemar.

Sementara, menurut Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa mengatakan, hak angket masih tetap bergulir. Selasa 25 April 2017 depan, pihaknya akan menggalang tanda tangan untuk mendukung hak angket.

Lebih kanjut, ditegaskan Desmond Junaidi Mahesa, sebenarnya semua anggota Komisi III mendukung langkah itu. Namun, ada beberapa anggota yang harus bekonsultasi dengan fraksi mereka.

Selain itu, dijelaskan Desmond Junaidi Mahesa, pengusulan hak angket itu sudah memenuhi syarat, karena jumlah anggota yang mendukung lebih dari 25 orang dan dua fraksi. “Syaratnya kan 25 orang. Ini sudah memenuhi syarat,” jelas Desmond Junaidi Mahesa.

Baca juga:   Belum Pulih, Novanto Kemungkinan Absen di Pengadilan Tipikor

Selanjutnya, Desmond Junaidi Mahesa, mengatakan, setelah semuanya sudah tanda tangan, usulan angket akan disampaikan ke pimpinan dan selanjutkan akan dibacakan di rapat paripurna. Menurutnya, hak angket itu untuk meminta KPK agar membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani.

Apakah betul Miryam S Haryani menyatakan bahwa dirinyaa ditekan anggota Komisi III untuk tidak menyampaikan informasi yang sebenarnya. “Apakah benar nama kami disebut Miryam S Haryani. Kami ingin mendengarkan rekaman itu,”  kata Desmond Junaidi Mahesa.

Sedangkan, menurut Desmond Junaidi Mahesa, jika Miryam S Haryani memang menyebut namanya dan anggota lain, maka pihaknya akan menuntut Miryam S Haryani. Kalau, Miryam S Haryani tidak menyebut nama anggota dewan, berarti itu hanya akal-akalan KPK.

“Kami akan tempuh jalur hukum,” kata Desmond Junaidi Mahesa.

Selain itu, dikatakan Desmond Junaidi Mahesa, menunjukkan bahwa KPK tidak professional. Karena itu, selain rekaman Miryam S Haryani, hak angket juga akan digunakan untuk mempertanyakan laporan keuangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disampaikan BPK. Ada beberapa penyimpangan yang harus dipertanyakan.

SUMBERJPNN

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini