Imam Besar Masjid Istiqlal Tak Mengetahui Soal Aksi Tamasya Al-Maidah

Imam besar Masjid Istiqlal, Jakarta, Nasaruddin Umar, situasi yang kondusif tidak perlu dicederai dengan pengerahan massa yang dikhawatirkan menimbulkan intimidasi. Warga DKI mestinya bebas dan tenang dalam menentukan pilihan saat berada di TPS.

JAKARTA, harianpijar.com – Imam besar Masjid Istiqlal, Jakarta, Nasaruddin Umar mengaku tidak mengetahui banyak aksi Tamasya Al Maidah yang akan memantau pencoblosan Pilkada DKI putaran kedua. Lain itu, Nasaruddin Umar juga mengaku tidak pernah dimintai pendapat soal aksi ini.

Menurut Nasaruddin Umar, soal Tamasya Al Maidah dirinya baru tahu dari media. Dirinya juga tidak tahu apakah ini spontanitas atau sudah dirancang sebelumnya.

“Tamasya Al Maidah itu sebetulnya saya baru tahu dari media kemarin. Saya tidak tahu apakah ini spontanitas atau sudah dirancang sebelumnya. Kalau 212, 313, kan ada rapat-rapatnya, kita juga coba mengikuti,” kata Nasaruddin Umar saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 18 April 2017.

Lebih lanjut, Nasaruddin Umar menegaskan, dirinya juga mengaku tidak mengetahui penggagas aksi yang dimaksudkan memantau pemungutan suara di TPS-TPS pada pemungutan suara Rabu, 19 April 2017 besok (hari ini -red).

Baca juga:   Siti Musdah Mulia: di Pilkada DKI, Masyarakat Sudah Tergelincir Pakai Isu Agama

“Nggak tahu siapa arsitek di belakang ini, di balik ini, saya tidak mengikuti dari awal. Kalau yang sebelum-sebelumnya saya kadang-kadang dimintai pendapat. Kalau ini nggak,” tegas Nasaruddin Umar.

Selanjutnya, dikatakan Nasaruddin Umar, situasi yang kondusif tidak perlu dicederai dengan pengerahan massa yang dikhawatirkan menimbulkan intimidasi. Warga DKI mestinya bebas dan tenang dalam menentukan pilihan saat berada di TPS.

“Kalau saya sih melihat situasi yang kondusif ini jangan diini (dirusak-red) lagi. Biarkanlah teman-teman (memilih), sudah hasil istikharoh mereka kan, mana yang terbaik. Ya persilakan mereka menikmati pesta demokrasi ini,” kata Nasaruddin Umar.

Selain itu, Nasaruddin Umar menjelaskan, soal mobilisasi massa, hal ini akan berdampak negatif dengan aksi-aksi lanjutan.

“Jadi jangan ada kekuatan turun. Karena, kalau turun satu, yang kedua tentu akan turun, nggak tahu siapa yang akan memulai turun. Jadi ada aksi ada reaksi, ada sebab ada akibat, ya kan,” jelas Nasaruddin Umar.

Baca juga:   Real Count Pilkada DKI Jakarta Sudah 100 Persen, Basuki-Djarot Unggul 2,3 juta Suara

Karena itu, menurut Nasaruddin Umar, Pilkada DKI putaran kedua harus menjadi contoh pelaksanaan pemilihan yang demokratis. Sebab, semua pihak termasuk tokoh agama dan politikus, diminta ikut memastikan kondisi aman dan tertib saat pencoblosan.

“Jadi saya kira ini ke depan pelajaran yang bagus. Saya khawatirnya begini, apa yang menjadi tren di Jakarta itu kan serta-merta ditiru oleh provinsi lain. Nah, kita ingin menjadikan (Jakarta) barometer yang sangat elegan. Insya allah, saya berharap pemilu kita ini akan berhasil baik,” kata Nasaruddin Umar.

“Saya kok sangat yakin, bangsa Indonesia, DKI Jakarta ini, sudah matang. Di-pressure sedemikian rupa tetap tidak akan mengubah statistiknya. Terlalu jauh, karena ada kematangan. Jadi mari kita menghemat energilah,” tandas Nasaruddin Umar.

SUMBERdetik.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini