Pengamat: Pimpinan DPD Baru Ilegal, Ini Bentuk Premanisme Politik

Refly Harun, perbedaannya adalah pimpinan lama legal dan pimpinan baru dipilih melalui proses ilegal. Tapi proses ilegal ini dilegalilasi oleh MA dengan sebuah paradoks yang menginjak-injak keputusan sendiri.

JAKARTA, harianpijar.com – Pengamat hukum tata negara Refly Harun menilai proses pemilihan pimpinan baru Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak memiliki dasar hukum. Lain itu, terpilihnya Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai Ketua baru DPD adalah bentuk premanisme politik.

Menurut Refly Harun, pihak-pihak yang terlibat dalam pemilihan dan pelantikan Oesman Sapta Odang (OSO) adalah bentuk pengangkangan terhadap putusan Mahkamah Agung (MA).

“Ini premanisme politik. Premanisme politik yang dilakukan beberapa anggota DPD yang berambisi kekuasaan. Kemudian premanisme politik itu dilegalisasi oleh MA, lembaga tinggi yang menginjak-injak keputusannya sendiri,” kata Refly Harun pada suatu acara, Rabu 5 April 2017.

Baca juga:   Mahkamah Agung Mulai Mengadili Jessica Kumala Wongso

Lebih lanjut, ditegaskan Refly Harun, apa yang terjadi di DPD adalah paradoks yang luar biasa. Karena, menurutnya setelah ada putusan MA yang membatalkan Tata Tertib DPD RI Nomor 1 Tahun 2017 seharusnya tidak boleh lagi ada pemilihan pimpinan.

“Karena dasar hukum untuk memilih sudah dibatalkan oleh MA. Sudah final dan mengikat dan suduh ditindaklanjuti oleh pimpinan DPD yang lama,” tegas Refly Harun.

Namun, menurut Refly Harun, alasan DPD memilih pimpinan baru berdasarkan Tata Tertib (Tatib) baru tidaklah masuk akal. Sebab Tatib tersebut sudah dicabut pimpinan DPD lama.

“Itu putusan tidak option, putusan MA itu harus dilaksanakan. Jadi tidak ada dasar hukum memilih pimpinan baru karena pimpinan lama masih menjabat sampai habis masa jabatannya, yaitu hingga 2019,” kata Refly Harun.

Baca juga:   PK Dikabulkan MA, PKS Bersyukur Lolos dari Ganti Rugi Rp 30 M Fahri Hamzah

Sementara, Refly Harun mengganggap saat ini DPD memiliki dua kepemimpinan. Pertama, DPD lama yang diketuai Muhammad Saleh dan dua wakil ketua Farouk Muhammad dan GKR Hemas. Kedua pimpinan baru yang dinakhodai Oesman Sapta Odang (OSO) dan dua wakilnya Nono Sampono, Darmayanti Lubis.

“Hanya perbedaannya adalah pimpinan lama legal dan pimpinan baru dipilih melalui proses ilegal. Tapi proses ilegal ini dilegalilasi oleh MA dengan sebuah paradoks yang menginjak-injak keputusan sendiri,” tandas Refly Harun.

SUMBERMetrotvnews.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini