
JAKARTA, harianpijar.com – Sidang lanjutan ke-16 kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), hari ini, Rabu 29 Maret 2017, kembali digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.
Lain itu, tim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menghadirkan saksi Ahli hukum pidana dari Universitas Udayana Denpasar, I Gusti Ketut Ariawan.
Menurut I Gusti Ketut Ariawan, dirinya menilai surat dakwaan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam perkara dugaan penodaan agama kurang tepat dan bersifat prematur. Hal tersebut di ungkapkan I Gusti Ketut Ariawan, saat menjadi saksi ahli pada persidangan Ahok, dalam sidang lanjutan, Rabu 29 Maret 2017.
Lebih lanjut, ditegaskan I Gusti Ketut Ariawan, dua pasal yang didakwakan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak tepat karena tidak mengandung substansi kasus penodaan agama.
“Ada dua pasal alternatif yang dikenakan. Pertama pasal 156 (KUHP, red) jelas-jelas kasus penodaan hanya ditujukan bagi golongan dan bukan soal agama,” tegas I Gusti Ketut Ariawan.
Selanjutnya, juga menurut I Gusti Ketut Ariawan, pada dakwaan alternatif yang menggunakan pasal 156a KUHP pun dinilai tidak mengenai substansi. Dirinya menilai pasal 156a KUHP secara historis digunakan untuk menghindari perpecahan.
“Pasal itu untuk menghindari hadirnya kepercayaan-kepercayaan baru di Indonesia pada masa itu. Jadi dakwaannya tidak jelas dan tidak dapat diterima,” tegas I Gusti Ketut Ariawan.
Sedangkan, dijelaskan I Gusti Ketut Ariawan, soal dakwaan prematur, mestinya ada tindakan preventif pemerintah. Menurutnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bisa dijerat dengan Undang-undang (UU) Nomor 1 PNPS tahun 1995 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
Karena, UU tersebut mengamanatkan pejabat publik hendaknya mendapat teguran terlebih dahulu ketika tersandung masalah tindak pidana. “Harusnya diselesaikan dengan ketentuan prosedur yang ada. Tapi ini tidak, langsung pakai hukum,” jelas I Gusti Ketut Ariawan.
Seperti diberitakan, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) didakwa menodai agama karena pidatonya di Kepulauan Seribu menyinggung Surat Al Maidah ayat 51. Sedangkan, Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 a KUHP atau Pasal 156 KUHP.