Pelaku Penyadapan Ilegal Diancam Hukuman 15 Tahun Penjara

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul, kepolisian belum pernah menerima maupun menemukan adanya laporan terkait penyadapan ilegal. Tetapi, dipastikan siapapun yang melakukan hal itu akan dikenakan hukuman.

JAKARTA, harianpijar.com – Kepolisian Republik Indonesia menanggapi soal isu penyadapan yang mencuat setelah sidang ke-8 kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Lain itu, Polisi mengatakan pelaku penyadapan ilegal dapat diancam hukuman 15 tahun penjara.

Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, dalam telekomunikasi dijelaskan siapa yang dengan secara ilegal menyadap itu bisa kena hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Lebih lanjut, ditegaskan Kombes Pol Martinus Sitompul, sejauh ini kepolisian belum pernah menerima maupun menemukan adanya laporan terkait penyadapan ilegal. Tetapi, dirinya memastikan siapapun yang melakukan hal itu akan dikenakan hukuman.

Sementara, juga menurut Kombes Pol Martinus Sitompul, pihaknya belum melakukan dan belum menemukan itu dan kalau pun itu terjadi, tentu akan berakibat kepada hukum. “Didalam undang-undang telekomunikasi itu sangat jelas dikatakan, orang yang tanpa hak untuk melakukan penyadapan itu bisa dikenakan penjara maksimal 15 tahun,” kata Kombes Pol Martinus Sitompul di Jakarta, Jumat 3 Februari 2017.

Baca juga:   Menurut SBY: Penyadapan Itu Sebagai Kejahatan Serius

Selain itu, juga dikatakan,Kombes Pol Martinus Sitompul, sebenarnya tidak sembarangan orang bisa melakukan penyadapan. Saat ini hanya ada 5 lembaga negara yang dibolehkan menyadap yakni BIN, Kejaksaan, KPK, BNN, dan Polri.

“Penyadapan ilegal, proses yang itu sangat sulit kita, ini agak teknis ya ada satu alat untuk men-typing orang misalnya yang kita mengikuti pergerakannya, kemudian dalam hal ini dalam kasus-kasus terorisme misalnya itu tetap langsung menuju kepada pusat pemantauan. Di situlah nanti di Lakukan analisis,” kata Kombes Pol Martinus Sitompul.

Baca juga:   Kuasa Hukum Ahok: Tidak Ada Lakukan Penyadapan Terhadap SBY

“Apakah ini perlu atau tidak jadi pusat pemantauan. Ini merupakan satu pusat analisis dan pusat yang mana assessment apakah perlu dilakukan atau tidak jadi memang secara internal mekanisme di kita itu sangat sulit dan sangat terseleksi betul untuk bisa melakukan sesuatu typing,” jelas Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri itu.

Sebelumnya diberitakan, SBY dalam konferensi pers di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu 1 Februari 2017, menuturkan keinginannya blak-blakan dengan Presiden Jokowi. SBY merasa perlu saling terbuka dengan Jokowi karena banyak isu miring diarahkan kepadanya.

SBY mengaku sudah dua kali mendapat laporan dari orang dekatnya bahwa nomor teleponnya disadap. Pertama, sepulang dari Tour de Java pada pertengahan 2016. Saat itu SBY tak percaya atas laporan tersebut.

SUMBERdetik.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar Anda!
Masukkan nama Anda disini